THIN BOY DARI ENOLA GAY. KOLONEL TIBBETS “SANG PAHLAWAN PEMBANTAI”
Kalau bom atom tidak ditemukan, Perang Pasifik mungkin akan berlarut-larut. Tetapi setelah bom itu menewaskan korban yang sangat fantastis, 180 ribu jiwa di 2 kota di Jepang, perang itu berhenti seketika. Jadi disebut apakah sang pengebom, Paul Tibbets? Pahlawan ataukah pembantai ?
Pagi buta, 6 Agustus 1945. Deburan ombak Samudra Pasifik tampak terdiam oleh raungan suara mesin pesawat tempur yang siap lepas landas di Pulau Tinian. Pulau seluas 101 km persegi di Pasifik Barat ini telah menjadi markas utama angkatan udara AS dan para sekutunya setelah mereka merebutnya dari Jepang. AS sedang mempersiapkan serangan baru terhadap musuhnya yang tak lain tak bukan adalah Jepang.
Waktu itu Jepang sendiri sedang dalam kondisi kalang-kabut menyusul terebutnya salah satu bentengnya yang teletak di Iwo Jima. Pulau bergunung berapi yang memiliki luas sekitar 13 km persegi di Samudra Pasifik. AS berhasil merebut benteng terakhir Jepang di Pasifik itu tanggal 9 Maret 1945. Dengan menewaskan 6.800 dari 25.000 prajurit AS yang cedera dan membunuh 20.000 serdadu Jepang serta berhasil menewan 1.083 lainnya.
Tepat pada pukul 02.45 dini hari, pesawat pengebom raksasa milik AS, Enola Gay lepas landas dengan dikawal dua pesawat pengawas dan pengamat tepat di belakangnya.
Pada pukul 07.00 waktu setempat, langit Hirosima, yang berpenduduk 350 ribu jiwa, tampak cerah. Waktu itu warga kota baru saja memulai kegiatannya masing-masing. Dengan sangat medadak radar militer Jepang memperingatkan adanya beberapa pesawat asing yang menuju Jepang Selatan. Itulah ulah Enola Gay bersama genknya.
Baru pada pukul 08.00 para pengintai Jepang melihat pesawat AS yang sedang bermanuver serang menuju Hirosima. Seketika itu sirine peringatan bahaya dibunyikan dan semua penduduk dihimbau segera mencari tempat berlindung yang aman. Dengan sekejap semua warga berlindung dan menghindari jalan raya.
Mengitari kota 2 kali, pilot Enola Gay, Kolonel Paul W.Tibbets melaporkan bahwa cuaca cerah, sasaran terlihat dengan jelas, dan pengeboman siap dilaksanakan. Tepat pada pukul 08.11 pagi, dari ketinggian 9.632 m, bom dilepas.
Bom Thin Boy meluncur menuju sasaran. Detonator telah disetel permanen sampai bom hampir menyentuh tanah, untuk memperbesar efek ledakan. Semua awak pesawat yang memenuhi jendela pesawat terdiam menahan nafas. Sementara Paul Tibbets melambungkan pesawatnya ke batas aman.
Saat bom berkekuatan 20.000 TNT itu menyentuh tanah, kilat putih menyambar dan meluluh-lantahkan apa saja yang ada di sana. Cahaya matahari yang semula terlihat beitu cerah mendadak tertutupi oleh sinar yang menyilaukan di pusat ledakan. Bangunan, mobil, toko dan sebagainya dalam radius 2.500 meter, lenyap dengan sekejap. Lebih dari 70% kota Hirosima lebur dan rata. Gelombang panasnya memanggang manusia hidup-hidup dengan korban mencapai 140 ribu jiwa dengan 70.000 diantaranya mati seketika.
7 Agustus pagi, Menlu Jepang, Togo dengan terpogoh-pogoh melapor kepada Kaisar Hirohito bahwa hampir seluruh Kota Hirosima hancur lebur akibat bom jenis baru yang “dikirim” oleh AS. Setelah mendengarkan para penasihatnya, Kaisar setuju menerima ultimatum Postdam dari sekutu, 26 Juli 1945 yang mengharuskan Jepang menyerah.
Sayangnya sebelum mendapatkan persetujuan Majelis Tinggi, pada 9 Agustus pukul 11.00 AS kembali melakukan ulah yang sama dengan mengebom Nagasaki, kota di selatan Pulau Kyushu menggunkan jenis bom yang sama. Seperti pendahulunya, Kota Nagasaki juga hancur lebur dengan memakan tumbal sebanyak 39.000 jiwa.
Lalu, 10 Agustus, Jepang menyatakan akan menyerah tetapi dengan syarat Kaisar Hirohito tetap mendapatkan kekuasaanya dan tetap bertakhta. AS dan sekutunya menyetujui persaratan yang diajukan Jepang.Akhirnya pada 14 Agustus, penyerahan Jepang diteken di kapal USS Missouri.
By : ich in ich-error.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar